Rabu, 23 Juni 2010

TENTANG RASA


Kadang, kita mencintai seseorang begitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Dimana perasaan ini membuat kita lupa untuk sekedar bertanya. Apakah ini benar cinta? Bagi saya cinta itu harus bersemayam di dua orang yang saling mempunyai ketertarikan hati. Tidak bisa hanya satu pihak saja, yang satu mencinta, yang lain tidak. Ibaratnya, cinta itu seperti magnet biarpun mempunyai dua sisi yang berlainan antara utara dan selatan tapi, tatap memiliki daya tarik menarik sehingga bisa bertemu di satu titik yang sama.

Ketika ada pernyataan bahwa setiap orang pernah merasakan cinta, bagi saya tidak selalu. Mungkin diluar sana masih banyak orang-orang yang menganggap dirinya sudah pernah merasakan cinta. Cinta yang seperti saya walaupun, sebenarnya tidak! karena cinta itu hanya disimpan dan dimilikinya sendiri secara egois tanpa berani membagi rasa itu dengan orang yang dicintainya.

Tentang cinta egois saya, perasaan ini sudah saya simpan sejak pertengahan tahun 2007 lalu hingga hari ini {saat saya menulis ini perasan itu juga masih ada}. Orang yang saya cinta bukanlah orang jauh, baik secara geografis, religious, maupun ideologis. Orang ini, kawan dekat saya {tadinya} namun, karena timbulnya perasaan ini saya jadi menjaga jarak dengannya. Sekarang saya hanya bisa mencintainya dari jauh, kalaupun kami bertemu, berpapasan muka langsung. Kami hanya saling bertukar pandangan, melempar senyum kemudian menyapa seadanya lalu kembali beraktifitas masing-masing. Saya dengan teman-teman saya, tugas-tugas saya, kuliah saya sedangkan dia dengan teman-temannya, obrolan sesama laki-laki, kuliahnya, dan kehidupannya. Kami kembali dengan perasaan masing-masing. Dia tidak penah tahu perasaan saya, saya juga tidak pernah tahu bagaimana perasaan dia terhadap saya. Dan kami sama-sama tidak ingin mencari tahu bagaiman perasaan masing-masing. Egois kan,? Tapi, mau tahu bagaimana perasaan saya. Ngak perlu ditanya sudah pasti remuk redam. Sakitnya melebihi orang yang pernah mengalami patah hati. Sedihnya lebih parah dari sekedar HP/dompet saat hilang di sikat copet. Atau rasanya lebih nyesek saat orang brengsek {yang mengaku sahabat} mengkhianati dengan ngomongin {fitnah} kita dari belakang. Tetang rasa itu akan terasa lebih menjadi saat tangan saya ada yang mengenggam dan orang itu bukan dia melainkan pacar saya.

Saya sedih ketika menyadari orang yang berada disamping saya selama ini bukanlah orang yang saya cintai. Lalu, atas dasar apa orang itu bisa berada disamping saya? Jawabannya tidak tahu. Satu-satunya alasan yang kuat hanyalah saya berusaha sebisa mungkin untuk menutupi rasa cinta itu. Terkadang saya juga jijik mengakui ini. Bukankah ini sama saja seperti halnya, orang lesbi yang berusaha menutupi jati dirinya dengan menikahi seorang pria tapi, setelah terjadinya ijab kabul dirinya tetap tidak ingin disentuh sedikitpun dengan orang yang sudah sah menikahinya. “alasanya karena saya tidak pernah mencintai dia” kamudian, barulah timbul penyesalan setelahnya. Kenapa harus mengorbankan perasan sendiri dan juga menyakiti persaan orang lain. Orang yang awalnya benar-benar mencintai kita apa adanya. Namun, setelah mengetahui kebenaran yang ada, dia malah balik membenci kita sejadi-jadinya. Sebenarnya, ada sedikit khawatiran yang saya rasakan setelah memposting tulisan ini. Saya takut status saya berubah menjadi single karena diputusin pacar yang wajahnya saat ini terlihat merah padam. {ngak usah dibaca…tulisan ini ngak usah dibaca} itu pesan singkat untuk pacar saya.

1 komentar: