Selasa, 10 Agustus 2010

Belajar Ikhlas

Rasa marah bergemuruh dihati saya, bercampur kecewa dan duka. Malam yang sepi tanpa kehidupan manusia, yang ada hanya suara alam dan binatang yang mencari kehidupan saat malam tiba. Suara mereka bersahutan menjadi irama memecah kesunyian yang saya rasakan.

Saya tidak pernah mimpi untuk berada di tempat ini. Yang menjauhkan saya dari pusat keramaian kota, dari sanak saudara, dari teman-teman sepermainan saya. Tempat ini sepi. Lingkungan baru yang seakan susah untuk saya bisa beradaptasi. Hati ini terlalu angkuh untuk menyakinkan diri kalau kesepian ini hanya soal waktu.

Haruskah saya berteriak agar semua orang tau saya tidak menyukai tempat ini, saya merasa terasing berada di lingkungan ini. Saya merasa tidak nyaman atas penjara alam yang Tuhan berikan saat ini.

Dosa. Ketika saya menyalahkan Tuhan atas hijrahnya lingkungan yang saya tempati, ketidak ikhlasan saya menerima takdir kesunyian ini. Saya tau itu, berulangkali jika rasa itu menghampiri saya hapus dengan ucapan ampun kepada sang ilahi robbi. Tapi, saya tidak bisa memungkiri kalau saya masih merasa sepi.

Kesepian ini membuat lubang dihati tersendiri yang saya rasakan sangat pedih. Unsur keterpaksaan yang membuat saya berada disini. Dialah orang yang harus bertanggungjawab sehingga saya terpaksa harus tinggal disini. Ingin sekali saya menunjuk wajahnya dalam keadaan marah tapi, tidak pernah bisa. Bukan, saya bukan sedang mencari kambing hitam atas takdir hidup ini. Saya hanya ingin berdamai dengan keangkuhan diri agar bisa belajar memaafkan dan mengikhlaskan hati. Memang tidak bisa sehari, tapi saya janji hari-hari ini akan saya isi dengan kelapangan hati. Insyaallah.