Kamis, 07 Oktober 2010

Puisi : Dialah Teman Dekatmu

Dia yang selalu kau harapkan untuk mengisi ruang hatimu
Kehadirannya juga sudah lama kau tunggu
Kau merasa itu tapi, kau tetap acuh

Dia yang selalu kau nanti, hingga emosi tak terkendali
Membayangkan dirinya hadir disisi
Kau menunggu jawaban itu tapi, nyatanya kau tak peduli

Dia yang sering hadir dalam khayalanmu
Sosok yang bisa diajak berbagi dan mengerti keseharianmu
Kau juga ingin dia bisa mendengar keluhmu bukan hanya bahagiamu
Sebenarnya kau menginginkannya, tapi kenapa tak menyadari.

Dia yang kehadirannya mungkin bersamamu
Bisa nyata hadir mengisi hari-harimu
Sebenarnya kau kenal tapi, berusaha menghindar dari perasaan

Sampai kapan terus melihat yang jauh dari pandangan?
Coba rasakan yang ada disekitarmu.
Sesungguhnya dia ada didekatmu, tapi kau tak pernah menyadari itu.
Dia selalu menunggumu tapi, kenapa kau masih ragu?
Dia mungkin bukan manusia sempurna, tapi dia selalu ada untukmu
Berhentilah mencari karena kau telah menemukannya.
Dialah…teman dekatmu.

Puisi Untuk Alam

Kami hadir dengan tangis ketakutan yang diiringi suara adzan

Menghirup nafas yang berasal dari daun hijau

Semerbak bunga dan harum tanah menghantar kedewasaan

Matahari membuat tulang dan gigi sampai sekuat karang

Hingga kami tumbuh menjadi mahluk yang pintar tapi, liar

Makan daun berlomba dengan ulat di taman

Makan bangkai bersaing dengan singa dan elang

Keserakahan kami juga ingin menguasai lautan

Sehingga ikan-ikan bingung mencari tempat untuk berenang

Bahkan kami sudah berhasil menjamah hutan

Sampai burung-burung kehilangan pijakan kaki di setangkai batang

Saat pagi kicau burung jarang lagi terdengar, malam hari jangkrik lupa nyanyian

senandung untuk bulan.

Berganti dengan suara musik hingar-bingar dari layar datar

Ini bukan salah alam

Tidak ada yang disalahkan sampai daun hijau pelit berbagi kesejukan

Air lebih kuat daripada tanah yang hilang keseimbangan.

Kita punya cagar, bergetar mengemparkan

Kaki berlari tunggang-langgang

Menjemput senja hampir malam, suara adzan hanyut getir kecemasan

Masih adakah esok surya menjelang?

Puisi ; LUPA BERBAGI

Alam ngamuk lagi, Tuhan berkata murka dihati.

Ibu pertiwi nangis lagi, manusia bersusah hati,

Adakah yang salah dengan perbuatan hari ini?

Tapi, manusia tetap berkeras hati

Menatap dengan tinggi

Lisan masih gemar mencaci

Adakah yang salah dengan langkah ini?

Kaki menapak tanah masih tertatih

Kepala lupa merunduk meratapi,

Hati gampang belajar menghakimi,

Tangan mana yang kau perlihatkan untuk mengabdi?

Kami baru tertunduk menyadari,

selama ini kami hanya memperlihatkan yang kiri.