Selasa, 15 Juni 2010

ROTI BAKAR ELEKTRIK

Minggu ini gue ngerasain apa yang dinamakan kolaborasi yang sempurna antara bakat dan alam. Males ternyata cocok banget kalau dijodohin sama hujan, ditambah lagi saat weekend, maka yang akan dihasilkan adalah hibernasi ala anak kostan. Siang dan malem sudah nggak ada bedanya lagi di kostan. Semua pintu, jendela dan tirai ditutup rapat-rapat. Gue sama temen-temen kostan udah kayak segerombolan vampire yg bersembunyi dari sinar matahari, dalam ruangan kecil yang kurang ventilasi. Kebiasaan kami tidur berjamaah selama hari sabtu dan minggu, selalu berulang. Sehingga para tetangga kita sudah paham betul dengan ritual ini. Kadang kita suka mikir, kira-kira kapan ya kelakuan ini bisa berakhir?

Seinget gue. Alfonso, salah satu temen kost gue yang ikut organisasi pers dikampus bilang “kita bakalan berhenti hibernasi kalo sudah ada surat kabar yang menerbitkan headline: "4 MAHASISWA DITEMUKAN MEMBUSUK DALAM KAMAR KOSTNYA SECARA MENGENASKAN”.

"Gus…Gus" kata Leday sambil terus mengoyak-ngoyak pundak gue saat itu gue masih dalam keadaan tidur.

Jadi sewot.
"Aduh, ada apa Day?" tanya gue, muka masih ditutup bantal. Seakan gue ngak peduli sama keadaan sekitar.

Kerucuk…kerucuk…
Leday ngak bisa meneruskan tidurnya karena bunyi cacing di perutnya kelaparan.
"Makan yuk!" ajak Leday. Dia masih memegangi perutnya berharap cacing yang berdemo bisa bersabar.

“Males jalan, hujan, mending lu masak mie aja ngak usah cari makanan di luar” tolak gue.

"Mie-nya kan udah habis, Gus. Kemaren malem lu makan sama anak-anak sambil nonton bola”. Leday masih memaksa. Alfonso dan Diko terlihat sudah tidak bisa diharapkan. Mereka telah lebih dulu lomba ngorok kenceng-kencengan. Dua manusia ini jangan harap bisa dibangunkan. Kalau tidur aja udah kaya orang pingsan kecuali ada bau makanan yang mereka cium itu juga sudah bisa dipastikan hidungnya dulu yang bangun, baru kemudian matanya. Pandangan Leday kini melihat keluar jendela. Hujan masih mengguyur deras. Males kalau basah-basahan sendiri, pikirnya begitu.

“Yaaa udah tidur aja lagi, siapa tahu nanti kita mimpi makan, kan lumayan gratis” Gue ngejawab seadanya.

“Sial! Lu pikir mimpi makan biar gratis bisa kenyang” kini Leday yang gantian sewot. Rasanya dia putus asa untuk membujuk kawannya. Agus, yang memang hobi tidur.

Entah apa yang akan dimasak sama Leday tengah malam gini. Beras nggak ada, mie nggak ada. “seingat gue sih cuman ada roti & selai. Gue cuma bisa berdoa. Mudah-mudahan roti & selai juga ngak habis di makan saat kemaren malam” ujar Leday. Ritual anak-anak memang selalu begitu nonton sepak bola bareng, kalau team jagoan kalah untuk meluapkan kekecewaan hanya dengan menghabiskan makanan. Kemudian, langkah Leday mendekati dapur, wajahnya sumingrah ketika melihat roti & selai masih utuh ditempatnya. Tangannya menyalahkan kompor. Entah apa yang akan dimasak.

“cetek”
Tiga kali kompor dinyalahin ternyata ngak bisa, mungkin juga gasnya habis karena ini lagi tanggung bulan.

Ekspresi kesalnya hanya bertahan seperdetik lalu kembali mnggurat senyuman. Entah apa yang di pikirkan. Sepuluh menit kemudian.
***
“Gus…Gus…bangun" kata Diko

"Kenapa?" Agus yang nyium bau makanya kali ini lebih cepat dibanguninya.

“Ditunggu anak-anak tuh di ruang tengah" saut Diko.

“Ok lu duluan deh, gue cuci muka dulu" pesan Agus.

Begitu gue nyampe ruang tengah ternyata personel kostan udah ngumpul. Ada Ieday, Alfonso dan Diko yang duduk melingkari sepiring roti bakar. Gue memandang penuh curiga ke Leday. Masalahnya gue udah tahu dari tadi siang kalau kompor gas ngak ada isinya.

“Plis, jangan bilang lu abis ngepet!" kata gue dalem hati.

"Ayo ah! buruan udah pada laper nih!" teriak Alfonso.

"Eit, dari mana lu dapet roti bakar?" selidik gue.

“Leday yang bikin" jelas Diko, sedangkan Leday senyum-senyum ngak jelas, seakan mau pamer kecerdasannya.

“Lah, kita kan ga punya pemanggang roti" kata gue lagi masih penuh rasa curiga.

"Banyakan omong nih" kata Diko “terus kapan mulai makan roti bakarnya”, disusul kemudian Alfonso.

"Jadi gini Gus, gue manggang rotinya pake setrika. Nyammm..." jelas Leday sambil mengunyah sepotong roti bakar.

“Rasanya enak kok Gus, ngak kalah sama roti bakar Edi". Bela Diko kemudian. Alfonso sudah ngak lagi berkomentar karena mulutnya udah sibuk ngunyah roti bakar.

"Makasih deh" kata gue, "lu makan aja bertiga, gue udah kenyang”

"Wah beneran nih?" tanya Leday.

“Siiip…! kalau gitu bagian lu gue yang makan” kata Diko sambil melahap roti bakar yang kedua.

"Iya..." Seneng rasanya ngeliat temen kostan kompak. Makan bareng-bareng. meskipun dalam hati ada hal yang gue rahasiain, tapi gue ngak sampe hati bilang ke mereka. Kasian kalau harus membiarkan anak-anak dari etophia yang kelaparan ini berhenti makan.

"Kenapa sih lu, Gus, ngak mau makan?" tanya Leday.

"Iya, lu lagi sakit Gus, sampai roti bakar segini enaknya lu nolak makan?" tambah Alfonso.

“atau lu lagi program mogok makan biar cinta lu di terima lagi sama Tasya, ya.Gus?” ujar Diko.

"Enggak, gue ngak kenapa-kenapa kok. Gue cuman jijik aja" kata gue keceplosan.

"Jijik kenapa? ini bersih, higienis lagi" jelas Diko yang kemudian melahap potongan roti ketiga.

“He-eh” Leday, si koki juga ikut membenarkan.

"Higienis dari mana? setrika yang lu pake buat manggang roti itu kan abis gue pake nyetrika celana dalem gue yg belum kering!"

"Anjrot !!!!!".

"Huekz". "Sialan! kenapa lu ga bilang dari tadi”.

“Huekz!!!".

"Hah! Salah ya gue?" tanya gue yang ngeliat temen-temen gue kompak muntah berjamaah.

"Ya iyalah..." jawab mereka kompak.

“Huekzzzz…!!!"

1 komentar: